Siasati Kemarau, Warga Kota Bangun Beralih Tanam Singkong Gajah
Selama dua tahun terakhir, krisis air akibat kemarau panjang sempat melanda Kota Bangun, Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar), Kalimantan Timur. Akibatnya, pertanian padi warga gagal panen dan akhirnya kini mereka beralih perkebunan singkong gajah yang lebih sedikit membutuhkan air.
Menurut
Kepala Desa Kota Bangun I, Agustina, selama ini, tanaman padi milik
warga bisa tumbuh dan menghasilkan panenan cukup berkualitas karena
sawah tadah hujan selalu tercukupi air. "Ratusan hektare tanaman padi
milik masyarakat dalam dua tahun ini selalu gagal panen akibat kemarau
panjang, makanya warga memutuskan beralih menanam singkong gajah," ujar
dia.
Provinsi
Kalimantan Timur pada umumnya tidak mengenal musim kemarau atau musim
hujan. Meskipun di daerah lain sedang kemarau, di Kaltim masih tetap ada
hujan. Namun, katanya, dalam dua tahun terakhir, ia merasa ada yang
aneh dengan kondisi musim karena tidak pernah turun hujan. Padahal saat
ini di daerah lain justru terjadi banjir.
Akibatnya,
katanya, padi di lahan pertanian sawah tadah hujan di desanya mati atau
puso. "Hujan memang pernah ada, tapi tidak sebanding dengan kebutuhan
tanaman," katanya.
Dia
menjelaskan melalui rapat yang dipimpinnya bersama warga, kemudian
disepakati untuk menanam singkong gajah yang dimulai dari lahan warga
seluas 50 hektare. "Sekarang sudah dimulai penanaman singkong gajah
seluas 50 ha, untuk selanjutnya akan menyusul puluhan hektare lainnya
karena bibitnya datang secara bertahap," katanya.
Ia
menjelaskan petani memperoleh secara gratis bibit singkong gajah dari
PT Masyarakat Singkong Indonesia (MAI). Syarat untuk mendapatkan bibit
tersebut, jika sudah panen, produksi singkong harus dijual kepada MAI.
Selama ini, kata dia, masyarakat memang sudah ingin menanam apa saja,
asalkan ada jaminan pemasaran secara berkelanjutan.
"Beruntung kemudian MAI menawarkan pilihan menanam singkong gajah dan menjamin akan membeli hasil panen petani," katanya.
Bahkan,
kata dia, MAI juga akan membangun pabrik pengolahan tepung singkong di
desa tersebut sehingga masyarakat selain bisa menjadi tenaga kerja juga
mendapat jaminan terhadap keberlangsungan tanaman singkong.
"Seandaianya
pabrik tepung singkong tidak jadi dibangun di sini juga tidak apa-apa,
asalkan MAI tetap membeli singkong petani. Selain itu, kami juga
berencana membuat produk turunan sendiri untuk menambah pemasukan warga,
seperti membuat keripik, tepung tapioka, mokaf, dan lainnya,"
bebernya.
Agustina
juga akan mengembangkan Badan Usaha Miliki Desa yang mengelola berbagai
potensi lokal, sehingga usaha Bumdes yang saat ini baru seputar
penjualan elpiji, pupuk, dan berbagai kebutuhan pokok, ke depan akan
dikembangkan seiring dengan peningkatan potensi dan pertumbuhan UMKM.
(*)
Tidak ada komentar